04/10/2018

Harapan Kita

Semester ini ada mata kuliah Empati Etika dan Profesionalisme (EEP), salah satu tugasnya adalah shadowing (mengikuti kegiatan sehari-hari) dokter di rumah sakit selama minimal 8 jam. Jadi sistemnya mahasiswa bisa memilih dokter yang sudah ada daftarnya atau bisa cari sendiri. 
Saya merasa ini tugas seru banget karena bisa jadi kesempatan mengetahui banyak hal, termasuk menjemput mimpi.
Waktu SMA sebelum masuk kuliah saya sudah bermimpi kelak akan jadi dokter mata, tapi seiring perjalanan saya jadi mahasiswa kedokteran keinginan itu ternyata tidak berkembang signifikan, bisa jadi juga karena saya belum masuk modul indera. 
Semester lalu saya merasa tertarik dan senang sekali belajar jantung, terus jadi penasaran. 
Akhirnya saya memutuskan untuk menghubungi salah satu dokter jantung konsulen penyakit jantung bawaan untuk jadi role model saya di modul ini, 
beliau sempat memberikan kuliah tentang tingginya angka penyakit jantung bawaan di Indonesia dan PJB ini tidak semuanya muncul di masa anak-anak, bahkan ada yang baru ketauan saat pasiennya sudah dewasa. Dari situ saya jadi penasaran (plus galau, karena dokter anak adalah mimpi fona umur 10 tahun). Beliau tidak ada di daftar nama tapi saya rasa kesempatan ini sayang banget kalau cuma dijadikan ajang ngumpulin tugas. Terlebih beberapa hari yang lalu, dr.Pukovisa menyindir tentang mimpi akan jadi dokter seperti apa, "FKUI tidak menyediakan mimpi, kamu harus cari sendiri.Kalau kamu udah mau jadi dokter dari kelas 1 SMA, sekarang kamu sudah tingkat 3 dan belum tau mau jadi apa berarti kamu merendahkan diri kamu sendiri."

Senang sekali ternyata beliau bersedia menjadi mentor kami, (ini tugas shadowingnya berkelompok). Departemen kardiologi dan kedokteran vaskuler itu lokasinya di RS Harapan Kita, bukan RSCM. 
Hehe, lagi-lagi sangat menarik buat saya yang memang belum pernah pergi ke sana. 
Dokter yang saya ikuti sehari-hari kerjanya di cath lab (tempat katerisasi jantung). 

Hari pertama kami datang, ada seorang ibu hamil 12 minggu dengan ASD secundum (jantungnya bocor di atrium). Bocornya jantung itu membuat aliran darah dari kiri ada yang ke kanan, beda tekanannya ga banyak makanya baru ketahuan pas ibunya sudah dewasa, terlebih lagi hamil karena kerja jantungnya juga kan jadi meningkat. Bocornya ini mau ditutup dengan suatu alat. Kata dokternya, prosedur ini cuma bisa dilakukan di Harapan Kita karena ibu hamil gak boleh kena radiasi jadi harus memakai teknik khusus (zero flouroscopy) dan ini yang ke-8 kali.
Pas mau masukin alatnya, tiba tiba pasien kena serangan jantung. 
Serangan jantung jarang banget terjadi tapi entah kenapa di pasien ini kejadian. 
Saya sebagai mahasiswa preklinik bau kencur kaget banget pertama kali lihat suasana chaos di ruangan. 
Udah kaya di medical series yang biasa saya tonton deh, orang-orang berteriak, lari-lari, dan panik. 
Tapi alhamdulillah berhasil di tangani dan pasiennya selamat. 

Hari kedua kami datang, sudah ada adik kecil umur 2 tahun dengan kasus PDA (patent ductus arterious) suatu struktur yang ada pas bayi masih di kandungan dan harusnya menutup setelah lahir, tapi pasien ini tidak menutup. Dan ternyata adiknya ada down syndrome juga, setelah prosedur selesai dia tidak bisa langsung sadar dan malah kejang jadi harus masuk ICU. 
Pasien kedua anak laki-laki umur 13 tahun, datang karena penyempitan pembuluh darah ke paru di katup jantungnya. Jadi harus dilebarin. 

Saya baru lihat 3 kasus itu tapi sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan saya kalau   :
1. Sekarang umur saya 20 tahun dan alhamdulillah tidak ada apa-apa yang terjadi. Saya sudah melewati umur 2 dan 13 tahun tersebut dengan baik baik saja, tidak seperti adik adik itu yang harus dibius di atas meja operasi. Semoga tetap baik-baik saja hingga nanti. Sehat itu ternyata perkara yang melibatkan banyak faktor dan semua kembali ke takdir dan nasib masing-masing orang. Jadi harus banyak bersyukur ya! Doakan semoga pasien-pasien tersebut segera pulih dan diberikan kesehatan terus. Aamiin. 
2. Rutinitas yang akan jadi masa depan saya adalah kegiatan yang berpacu dengan waktu dan nyawa.
3. Apa yang saya pelajari sekarang ternyata benar-benar terjadi dan ada orang-orang yang bisa ditolong dengan ilmu ini. Ada kehidupan yang masih menunggu dijemput. Hafalan yang saya lafalkan setiap mau ujian seharusnya senantiasa diingat karena ternyata itu ada gunanya beneran. Hm, ini membuat saya jadi malu juga kalau belajarnya nggak sungguh-sungguh, (hehe susah banget seriusan mengusir segala rasa malas ini) 
4. Kesadaran itu langsung ditampar oleh kenyataan kalau saya disuruh baca EKG aja gak bisa. ya Allah memalukan sekali padahal sudah lewat modul kardiovaskular. Terimakasih banyak Kak Dela dan Kak Rio yang sudah mengajarkan cara membaca rumput bergoyang itu. 
ILAHI-nya akan saya ingat terus!
5. Hehe, kayanya saya berdesir-desir lagi di harapan kita. 


HEHE. Cocok ga? 
(padahal nanti pas koass juga tampilannya akan begini) 

Terimakasih banyak dr.Radityo Prakoso, SpJP(K) atas kesempatan berharganya. 
Alih-alih belajar tentang empati, yang saya dapatkan jauh dari itu. Beliau selalu encourage mahasiswa kopong ini untuk dapat ilmu baru. Menjelaskan ilustrasi kasus, suruh ikut pasang dan EKG, ikut dengar bunyi jantung. Semoga selalu inget ilmunya ya Fon!

sampai nanti ppds, hehe. 
4,5 tahun nih lamanya. Aaamiin?

still a long way to go, 
however this grateful feeling really deserves a post. 

2 comments:

  1. Ya ampun kita udah berapa lama sik ga ketemu!!!!! See you soon, Fona!!!! Ditunggu ceritanya langsung. Pesannya aku jangan ditinggalin sendiri lagi pulagnya. Thanks wakakaka

    ReplyDelete