02/09/2016

Bom Waktu

Berkali-kali sudah memperingatkan dari awal, bagaimana pun pada akhirnya tetap terasa berbeda. Ada jarak hampir dua ratus kilometer. Dan hanya kenaifan manusia yang mengatakan semuanya akan tetap seperti biasanya.
Terbukti kan, semua yang saya bilang satu per satu menjadi nyata, saya tidak sedang berbohong. Kepesimisan saya yang selalu kamu bantah justru menyerang tanpa ampun. 
Dunia kita berbeda sekarang. Dan kalau boleh jujur, saya terlalu lemah untuk pura-pura bertahan. Belum cukup kuat saya untuk pura-pura tidak peduli bahwa apa yang ada mulai berantakan satu per satu.
Cerita perpisahan ini sebentar lagi akan menemukan endingnya. Sebentar lagi, takdir selesai menuliskan cerita patah hati saya selanjutnya.
Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, ini hanya tentang kenaifan kamu dan ketakutan saya. Pesan yang semakin hari semakin berjeda lama, pembicaraan kosong, diam sunyi di tengah-tengah telepon, rasa lelah yang sama-sama terhembus di setiap hela nafas panggilan suara, pilihan untuk mengurungkan segala cerita karena merasa percuma, tidak akan dimengerti juga. Itu semua sudah menjelaskan semuanya; kenyataan apa yang sedang kita jemput.
Saya tahu akan selalu seperti ini ceritanya, it never works out when it comes to distance
Ketika saya kira, berbicara dengan kamu adalah salah satu pelarian saya nyatanya bicara dengan kamu justru hal yang bisa mengusik saya semalaman. Jam tiga pagi dan saya masih belum bisa terpejam.
Semuanya semakin nampak tidak ada arti apa-apa, semua. Cerita kamu, cerita saya, kita. 
Saya kira tidak secepat ini, tidak dalam waktu kurang dari satu bulan. Dua minggu, seumur jagung.
Selamat, selamat karena kamu akan ada dalam tulisan-tulisan saya selanjutnya. Selamat dikenang dalam sajak-sajak saya sebagai sebuah kemustahilan yang lain. 
Selamat tinggal. 

No comments:

Post a Comment