10/01/2016

Suatu ketika di angkot saya bertemu seorang ibu-ibu, awalnya tidak ada yang istimewa. Saya pun tidak terlalu memperhatikan, saya hanya tersenyum tipis. Angkot 09 yang kami tumpangi diam cukup lama menunggu penumpang, tiba-tiba ibu ini mencolek bahu seorang ibu yang duduk di kursi sebelah supir, ia mengeluarkan sebuah kacamata, "Bu, mau beli ini nggak? Bagus nih biar nggak kena debu kalau naik motor."
Ibu yang duduk di depan menoleh, sedikit heran. Awalnya beliau menggeleng, "Dua puluh lima ribu aja, buat makan.."
Mungkin iba dengan kata-kata 'buat makan' akhirnya sang ibu pun mengangguk dan mengularkan uang dari dompetnya. Yang menerima uang bersyukur berkali-kali.
"Ibu dari tadi belum makan" entah ia bicara pada siapa, "habis dari Cibinong."
Karena saya tidak enak dan ibu itu persis duduknya di hadapan saya, saya menjawab, "Ibu mau kemana?"
"Itu mau ke Sukabumi, tadi habis nyusul anak Ibu tapi udah dua hari ibu cari, dianya nggak ada."
"Anaknya di Cibinong?"
"Iya, jadi pembantu tapi pas ibu cari alamatnya, rumahnya kosong katanya udah pindah dari dua bulan lalu."
Saya hanya mengangguk-angguk, "Terus ibu sekarang mau pulang?"
"Iya.. ibu sendirian, bapak mah baru meninggal dua bulan lalu, uang juga nggak ada ini teh pas-pasan banget buat ongkos. Nggak ada buat makan... Alhamdulillah ada ibu tadi yang mau beli kacamata, itu teh kacamata hadiah, kalau engga nenek gak akan makan siang ini, aduh rumahnya jauh, harus jalan, padahal mah kalau punya uang pengen banget naik becak"
Berkali-kali saya membaca cerita di media sosial, mungkin memang lebih mengharukan dibanding seorang nenek tua yang mencari anaknya dari Sukabumi ke Cibinong, ia jelas tidak membawa apa-apa, beliau hanya ingin mencari anaknya dan memberi kabar duka, ayahnya sudah berpulang. Saya tidak membayangkan jika angkot kosong dan tidak ada ibu-ibu yang mau membeli kacamatanya, mungkin nenek itu tidak makan atau bahkan belum tentu sampai ke rumahnya. 
Terlepas dari benar atau tidaknya cerita itu, yang jelas, nenek itu berusaha. Sekalipun kacamata itu jelas tidak berarti apa-apa buat orang lain karena kacamata optik lebih berguna dibanding kacamata untuk melindungi mata dari debu kalau naik motor. Tapi kacamata itu berharga dua puluh lima ribu rupiah untuk sang ibu, seharga sesuap nasi dan mungkin sisa beberapa ribu untuk ongkos pulang. Kacamata itu adalah barang yang ia miliki untuk setidaknya mencoba berusaha.

Karena pada akhirnya, yang manusia bisa lakukan adalah berusaha dengan apapun yang masih mereka miliki. 
Beberapa meter kemudian saya turun dari angkot, rapat. 

bukan tentang sebanyak apa yang kita punya, tapi seberapa banyak usaha kita dengan yang kita punya itu,

hari ini ikut try out, tidak perlu ditanya hasilnya, menjijikan. 
saya malu. 
tertampar, ternyata bekalnya masih amat amat amat sangat minim.
iya nggak usah diketawain.
tapi, masih mau berusaha kan Fon?

No comments:

Post a Comment