28/12/2022

Mimpi dan Ketidaklinearan yang Menyertainya.



Sejak punya keinginan untuk menekuni bidang itu, rasanya terjebak dalam sebuah template di mana "sambil menunggu internship, daftarlah ke departemen yang kamu ingin geluti". Katanya, supaya dapat rekomendasi, katanya juga supaya bisa tau budaya departemen tersebut, katanya supaya kenal dengan konsulennya.

Seperti si Fona yang berumur empat belas tahun, Fona dua puluh tiga tahun juga masih punya resolusi awal tahun. Kali ini tidak sebanyak dahulu, antara realistis dan pesimisnya kadang beda tipis. Resolusi soal menciptakan minimal tiga cerpen dan tiga puisi semakin menduduki peringkat terakhir. Target-target utamanya lebih akademis. Haha, sejak kapan Fon jadi begini? Entah. Mungkin karena tidak mau dianggap lemah oleh diri sendiri kalau menulis puisi lagi. 

Setelah selesai uji kompetensi, saya sempat istirahat kurang lebih dua minggu. Beberapa kali melirik tawaran untuk magang di Jakarta Barat sana, ada saja penghalangnya: posisinya sudah terisi, asisten sebelumnya belum diterima PPDS sehingga tidak jadi resign, tawarannya bukan dari divisi yang saya mau (susahnya punya keinginan) dan lain sebagainya. 

Sampailah suatu hari ada pesan, "saya mau lamar Fona jadi asisten riset, sambil Fona nunggu internship?"
Mimpi apa saya dilamar oleh sesosok guru yang ternyata dalam 3 bulan ke depan akan jadi Guru Besar?
Rasanya saya pun tidak punya pikiran untuk menolak. Sesi bercerita dengan beliau selalu menginspirasi: penuh energi, semangat, teladan yang baik. 
Yang jelas saya percaya bahwa akan banyak belajar dari beliau. Beruntungnya lagi, beliau tidak mengharuskan saya untuk datang ke kantor, saya boleh kerja dari rumah. Hal ini sangat menjawab kekhawatiran orang tua saya karena kalau di tujuan awal saya justru saya harus mengeluarkan biaya untuk kos. 

Seiring waktu ternyata ada kesempatan lain: menjadi dokter follow up sebuah uji klinis. 
saya yang ingin studi Translational Research ini tidak punya pengalaman apa pun dalam uji klinis, jadi saya pun akhirnya melamar dan syukurnya.. diterima. Lagi-lagi jadwalnya yang fleksibel sangat memudahkan saya untuk bekerja di dua tempat. Kalau bukan karena Kuasa Allah, rasanya terlampau beruntung saya diberikan rezeki pekerjaan yang sangat memudahkan ini. 

Semua ketidaklinearan yang saya jalani sekarang tentu saja membuat saya mempertanyakan lagi: mau jadi dokter seperti apa? apakah saya akan jadi dokter yang melayani pasien? apakah saya akan jadi spesialis?
Saya belum bisa menjawab itu semua. 

Yang bisa saya jawab adalah semua ketidaklinearan dan melencengnya saya sekarang nyatanya membuat hidup saya lebih banyak dimensi. Berkesempatan untuk interaksi dengan banyak sekali konsulen lintas bidang, yang bahkan saya sendiri tidak pernah terpikir sebelumnya. Beruntung sekali bisa belajar dari beliau-beliau. 


hai Harapan Kita, apakah masih boleh jadi harapan? 

No comments:

Post a Comment