23/01/2016

Berharap

Mungkin kesalahannya adalah sempat menaruh harapan, padahal seharusnya sudah jelas dari awal, tidak ada kesempatan. Menyesal mengapa dua hari terakhir sempat mencari celah untuk menenangkan diri, memungut remah remah semangat. Harusnya tidak seperti itu. Bukankah komitmennya berada dimanapun, melawan siapapun, lewat jalur apapun akan ditempuh?
 Karena ini tentang mimpi kamu sendiri, bukan orang lain. Komitmennya tidak akan pernah peduli siapa yang sama sama menuju kesini kan, kenapa harus sempat menoleh? Kenapa harus sempat merasa bisa? Kenapa mencari cari alasan? Kenapa lengah.... Kenapa berhenti hanya karena merasa manusia lain sudah hilang, sesungguhnya sampai akhir permainan, tidak pernah ada kata aman
Karena orang lain hanya bisa menerbangkan kita ke langit setinggi-tingginya, tanpa pernah tahu akankah akan selamanya menggantung di atas atau justru terhempas. Dan tidak ada satupun dari mereka yang siap menangkap ketika jatuh. Beberapa hanya akan melongok sebentar, menaruh rasa iba, lalu pergi lagi, mengejar urusan mereka masing-masing, jadi apa perlu mendengar sekeliling?  
Karena harapan adalah hal yang paling jahat, menjatuhkan manusia sebelum bisa sepenuhnya bangkit, membunuh pelan pelan rasa percaya yang megap megap bertahan. 
Karena kalau tidak ada ekspektasi, tidak akan pernah ada yang disesali. 
Dari berjuta juta kegagalan yang pernah ada saya belajar, saya bukan menangisi takdir, saya menyesal sempat menggantungkan asa, meletakkan harap sebelum akhirnya waktu yang menjawab. 
Jika tidak ada pengharapan atas apa apa, mungkin semua akan lebih mudah. 
"Yang membunuh kita ternyata diri kita sendiri."
Sekarang, bisa dilihat kan, orang orang itu berlarian menuju kesini, ada yang membawa pisau, meriam bahkan pedang. Dan kamu cuma punya belati. 
Ayo lari lagi.

"Kenapa berani?" 
"Karena saya mau mati."

No comments:

Post a Comment