Hari ini aku menghabiskan buku antalogi Tanpa Rencana karya Dee Lestari. Buku itu pun aku beli tanpa rencana.
Bukunya terasa sangat personal karena aku seperti membaca sisi lain dari Dee yang "vulnerable"
Salah satu cerpen menarik tentu saja tentang filosofi tai yang menjadi cerita terakhir dalam buku itu.
Juga tentang perpisahan di atas kapal, tentang "sudah? Begitu saja?"
Kepalaku masih riuh sekali karena banyak yang belum selesai. Refleksi ku di Leiden, refleksiku di Bandung, refleksi ku di Oxford.
Namun utamanya adalah tiga manuskrip penelitian. Sejak kapan sih, aku senang meneliti?
Aku kan sukanya membaca buku fiksi.
Kepalaku rasanya terisi benang-benang kusut yang meminta diurai.
Benang-benang itu harus ku pintal. Tapi aku selalu takut jika coraknya tidak seragam. Jika pilinan benangnya tidak jadi satu bentuk yang utuh.
Padahal tidak apa-apa juga tidak sempurna.
Soal benang, aku jadi teringat perjalanan ke Maroko. Kami berkunjung ke salah satu pengrajin karpet. Karpetnya dibuat dari bulu domba, ada juga yang dari kaktus. Ujung-ujungnya kami tidak membeli juga karpet itu, selain karena tidak tahu bagaimana cara membawanya pulang, juga karena uang saku kami terbatas.
Banyak sekali ternyata perjalanan yang sudah ku tempuh.
Sisa satu minggu sebelum tahun baru.
Tahun lalu aku sedang di Skotlandia, lalu menonton kembang api di depan Istana Buckingham.
Bogor, 22 Desember 2025.
No comments:
Post a Comment