Hidup di sini baik-baik,
hanya suhu yang lebih dingin dari biasanya, angin yang berhembus lebih kencang dari biasanya dan rindu yang berlipat ganda lebih bertumpuk dari biasanya.
Hari ini saya pergi ke Volendam; kota tua yang terletak agak jauh di utara, tempat orang-orang berfoto dengan kostum lokal di sini.
Lalu saya akhirnya berjumpa dengan Amsterdam.
Pertemuan kami menarik,
menjawab segala tanya selama ini, setinggi apa bangunan di ibu kota sana?
Banyak orang,
gedung yang menjulang,
sungai yang membentang,
dan kaku yang menusuk sampai ke tulang.
Perkenalan saya dengan Amsterdam cukup menyenangkan, walaupun akhirnya mematahkan hati,
sesulit itu bersujud dengan kondisi yang layak,
berujung pada penggunaan debu-debu di stasiun kereta
dan langkah-langkah yang tidak sampai jua.
Ibukota,
mungkin lain kali kami dapat berteman lebih baik,
meninggalkan kesan yang lebih hangat dari sekadar orang asing yang baru bertemu
seperti cara saya mengingat Jakarta,
dan segalanya semakin terasa jauh,
kerumunan yang ada tidak dapat membawa saya ke mana-mana.
menakutkan sekali konsep bermimpi.
mimpi yang kini hidup,
toh lama kelamaan membawa saya pada kesenangan yang kian redup,
harus di mana di cari?
Meracau lagi nampaknya,
sudah bertekad akan banyak menulis di sini,
saya butuh waras lagi.
zona waktu ini membuat yang tersayang sulit dijangkau
semoga doa tetap mampu memeluk mereka semua.
Ibukota yang rumit,
dan pikirku yang berbelit-belit,
keduanya akan terurai satu hari nanti.
Kampus sejauh ini belum banyak tugas,
senang di sini risetnya sangat maju,
microRNA dibuat lecture sendiri,
masih belum banyak berteman.
teman di rumah baik-baik
sedikit demi sedikit sudah bisa memasak.
kedinginan adalah masalah utama saya.
ah ya, syukur di kampus ada mushalla.
kedinginan adalah masalah utama saya.
ah ya, syukur di kampus ada mushalla.
Doakan semakin baik lagi ya?
Leiden, 7 Sept.
No comments:
Post a Comment